Rabu, 03 November 2010

Perempuan Berkalung Sorban

PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN

Film Perempuan Berkalung sorban adalah sebuah film karya Hanung Bramantyo yang diangkat dari Novel karya Abidah El- Khaliqie. Berkisah tentang kehidupan pesantren tradisional  di Indonesia, dimana masih kental tradisi diskriminasi perempuan dari segala aspek, misalnya hal berpendapat, pendidikan, menentukan pilihan dalam hal jodoh dan lainnya. Begitu pula menggambarkan konstruksi gender yang masih timpang dan tidak memihak pada perempuan. Mereka masih memegang teguh fatwa “Arrijaalu Qawwamuuna ‘alan nisaa.” Laki-laki adalah segalanya, raja diraja, laki-laki berhak sepenuhnya atas tubuh perempuan.  Sebaliknya,  perempuan tidak boleh tinggi dari laki-laki, perempuan harus menuruti apa kemauan dari laki-laki. Sungguh hak-hak perempuan sangat di pinggirkan. Walaupun keadaan demikian tidak terjadi pada semua pesantren tradisional yang ada di Indonesia.Tapi, film ini cukup bisa melihat sisi wajah kehidupan lingkungan pesantren tardisional yang ada di Indonesia. Yang lebih menarik lagi dalam film ini menggambarkan bagaimana perjuangan seorang perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya yang selalu dikesampingkan oleh makhluk yang bernama laki-laki, dan usahanya dalam melakukan pemberbayaan perempuan di lingkungan pesantren tersebut. Memperjuangkan hak-hak perempuan dalam memperoleh pendidikan, dalam berpendapat dan berkarya.
Tokoh sentral dalam film ini adalah Annisa (Revalina S Temat) yang merasa dirinya sebagai makhluk yang dinomor duakan, hak-haknya sesalu dipinggirkan. Dan Annisa selalu berontak untuk memperjuangkan hak-haknya tersebut. Ketika Annisa mendapatkan beasiswa kuliah di perguruan tinggi di Yogyakarta, ayahnya melarangnya dengan alasan takut mengundang fitnah karena perempuan tinggal jauh dari orangtua tanpa ada muhrim. Malah Annisa dinikahkan dengan anak seorang kyai besar yang bernama Syamsudin, dan akhirnya Annisa dipoligami oleh Syamsudin (menggambarkan sebuah keluarga yang jauh dari sejahtera dan bahagia). Ketika Annisa ingin menggugat cerai, Syamsudin menolaknya dan menjanjikan Annisa boleh bersekolah lagi. Annisa menyetujuinya, tapi ternyata tabiat jelek Syamsudin tidak berubah (main perempuan, judi, mabuk-mabukan), sampai akhirnya mereka betul-betul bercerai.
Saat kuliah di Yogyakarta Annisa kembali bertemu dengan Lek Khudari dan akhirnya mereka menikah. Dalam keluarga ini adalah penggambaran sebuah keluarga sakinah dan islami yang dapat dijadikan tauladan, dimana dalam keluarga tersebut  mencerminkan relasi gender yang berkeadilan, perempuan sebagai mitra  suami dalam berbagai hal, misalnya berbagi dalam hal pekerjaan rumah, saling sayang, saling menjaga, saling pengertian dan menghormati, misalnya ketika bersenggama, suami menghargai hak istri ketika beliau tidak siap untuk digauli oleh suaminya (karena Annisa masih trauma secara paksa digauli Syamsudin), dan suaminya (Lek Khudari)  juga ikhlas menerimanya dengan menunggu sang istri siap untuk digaulinya.
Yang patut disoroti dalam film ini adalah bagaimana perjuangan Annisa dalam usaha memperjuangkan hak-hak perempuan, pendidikan bagi kaum perempuan dan pemberdayaan perempuan dipesantren patut di apresiasi (sesuai dari tema asli novelnya yaitu pemberdayaan wanita). Seperti yang dikatakan penulis novel PBS tersebut, Abidah El-Khaliqie, “tema sebenarnya dari novel ini adalah pemberdayaan perempuan.” Annisa selalu memotivasi santri-santri perempuan untuk terus belajar, berani mengeluarkan pendapat, memperjuangkan hak-hak mereka dan kritis dalam ilmu di pengajian-pengajian yang ada dipesantren, dan melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi . Secara tidak langsung Annisa telah membangun suatu konstruksi gender yang memihak pada perempuan, bahwa laki-laki dan perempuan adalah setara, hak-hak mereka sama. Annisa berjuang dengan sekuat tenaga untuk memberikan santri putri buku-buku bacaan selain kitab-kitab klasik yang mereka pelajari di pesantren untuk membuka wawasan mereka dan meningkatkan pengetahuan para santri. Di akhir cerita dengan penuh perjuangan yang melelahkan akhirnya Annisa berhasil  membuka perpustakaan sebagai sarana belajar para santri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar