Rabu, 01 Desember 2010

Perpustakaan Sebagai Sarana Belajar Masyarakat

BELAJAR KESPRO DARI BUKU DI PERPUSTAKAAN
Seperti yang dikatakan Nyai Masriyah, pimpinan Pondok Pesantren Jambu Ciwaringin bahwa mengetahui kesehatan reproduksi sangatlah penting, terutama bagi para wanita yang sudah menginjak dewasa.Perempuan harus bisa merawat alat reproduksinya sejak dini  supaya terhindar penyakit yang membahayakan seperti kanker rahim dan sejenisnya. Semuanya tergantung kita, bagaimana menjaga dan memelihara alat reproduki kita. Hal ini berlaku bagi semua perempuan, termasuk para santri di pondok pesantren.
Untuk belajar kesehatan reproduksi tidak harus dengan sekolah atau pendidikan formal, baik di lembaga pendidikan umum atau di pesantren. Khususnya di pesantren, sebenarnya isu-isu kesehatan reproduksi dapat kita pelajari dengan membaca buku-buku terkait kesehatan reproduksi. Selanjutnya buku-buku tersebut juga tidak harus membeli, para santri bisa mempergunakan jasa perpustakaan pesantren untuk memperoleh informasi tentang kesehatan reproduksi tersebut. Untuk itu keberadaan perpustakaan sangat mutlak di butuhkan keberadaannya di pesantren, agar para santri berwawasan dan berpengetahuan luas. Tidak hanya mengenal keilmuan islam semata, para santri harus bisa menjadi intelektulisme yang berpengetahuan luas baik keilmuan umum maupun agama.
Tapi, sayangnya, kebanyakan koleksi bahan pustaka perpustakaan pesantren hanya berkaitan dengan subyek-subyek keagamaan dan kitab-kitab klasik. Sangat jarang sekali perpustakaan pesantren menyediakan koleksi pengetahuan umum, misalnya tentang ekonomi, motivasi dan pengembangan diri, apalagi koleksi tentang kesehatan reproduksi. Walaupun hal ini tidak terjadi di semua pesantren, tapi fenomena demikian banyak terjadi di pesantren salaf atau pesantren tradisional. Mengapa demikian?
Sebuah perpustakaan akan menyediakan koleksinya sesuai dengan tujuan dari perpustakaan dan lembaga yang menaunginya. Sebagaimana perpustakaan pondok pesantren salaf, sesuai dengan namanya pesantren, dimana lembaga tersebut akan mengajarkan para santri untuk menggali dan belajar agama,maka perpustakaan sebagai penunjang sarana pendidikan tersebut sudah pasti akan menyediakan koleksi perpustakaannya dengan buku-buku keagamaan dan kitab-kitab klasik. Kalau memungkinkan ada koleksi pengetahuan umum, pastinya yang berhubungan dengan kurikulum sekolah yang ada di pesantren tersebut. Mengapa koleksi terkait kesehatan reproduksi tidak ada? Padahal koleksi bahan pustaka tersebut sangat bermanfaat bagi santriwati.
Kemungkinan besar, pesantren beranggapan bahwa koleksi isu-isu kesehatan reproduksi merupakan koleksi perpustakaan untuk pendidikan sekolah kesehatan, seperti AKPER, KEDOKTERAN, STIKES dan lembaga pendidikan sejenisnya. Lingkungan pesantren dan para santri masih menganggap bahwa hal-hal terkait kesehatan reproduksi seperti masalah haid/mensturasi, keputihan, masalah kehamilan dan lain-lain adalah suatu tradisi lumrah terjadi bagi para wanita. Pengetahuan para santri masih di dominasi dengan mitos dan pemahaman yang  timpang, hanya pengetahuan tradisional. Misalnya melihat dan mengecek kebersihan alat reproduksi adalah suatu hal tabu dan tidak di benarkan islam. Hal ini disebabkan informasi tentang hal tersebut sangat terbatas.
Melihat fenomena demikian, maka sudah saatnya perpustakaan pesantren salaf untuk mengembangkan koleksinya lebih luas lagi pada koleksi pengetahuan umum, koleksi majalah, jurnal dan lainnya sampai dengan koleksi kesehatan reproduksi. Karena, hal ini  sangat bermanfaat bagi para santri dalam mengembangkan cara berfikir kreatif dan kritis. Para santri akan sangat beruntung apabila mempunyai seorang pemimpin yang sangat mengerti akan pentingnya suatu koleksi kesehatan reproduksi, karena suatu pengembangan koleksi akan sangat bergantung pada pemegang kebijakan atau pemimpin dari lembaga tersebut.
Perpustakaan sangat berperan dalam upaya pengembangan diri (self development) menuju pemikiran yang lebih matang dan menumbuhkan sikap obyektif para santri dalam melihat suatu masalah yang muncul di lingkungannya. Para santri akan tumbuh menjadi masyarakat yang informatif dan tanggap terhadap berbagai kemajuan pengetahuan yang ada di lapangan, dan dapat memelihara kemerdekaan berfikir yang konstruktif untuk menjadi keluarga besar pesantren dan masyarakat yang lebih baik. Selanjutnya,  yang tidak kalah penting bahwa tugas perpustakaan adalah dapat menumbuhkan budaya  baca dilingkungan santri,  dari yang tidak kenal buku menjadi mencintai buku, dari yang cuma mengenal kitab-kitab klasik menjadi terbiasa dengan bacaan-bacaan pengetahuan umum dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
 Dalam pengelolaan suatu perpustakaan harus ditangani oleh orang-orang yang profesional dibidangnya (Pustakawan). Sehingga perpustakaan akan mempunyai nilai dan daya guna yang tinggi baik dalam hal koleksi dan admimistrasi. Dan koleksi bahan pustaka yang ada sebaiknya dibuat klasifikasi dan katalogisasi, sehingga akan memudahkan proses temu kembali informasi (TKI) bagi para penggunanya. Selanjutnya, proses penyajian bahan pustaka, pelayanan dan perawatannya juga harus di perhatikan, supaya kebutuhan informasi santri dapat terpenuhi dan pengguna mendapatkan kenyamanan dan kemudahan dalam akses informasi di perpustakaan. Kalaupun tidak ada pustakawan, setidaknya pengelolah perpustakaan tersebut pernah mendapatkan pelatihan atau kursus mengenai kepustakawanan, sehingga beliau akan mengerti cara-cara operasional perpustakaan.
Selanjutnya, untuk pemilihan dan pengembangan koleksi perpustakaan juga harus menjadi perhatian penting, karena suatu paradigma baru mengatakan suatu perpustakaan yang berkualitas adalah dilihat dari kualitas koleksinya. Koleksi tidak penting banyak, asalkan berkualitas dan betul-betul memenuhi sesuai dengan kebutuhan pemustaka. Hal demikian berlaku pada perpustakaan pesantren-pesantren salaf, sehingga kebutuhan informasi para santri bisa terpenuhi. Pesantren salaf juga dapat bersaing dengan pesantren-pesantren modern dalam hal pengetahuan dan wawasan para santri. 

Senin, 29 November 2010

Bercerita Merapi


Merapi

Merapi, sepertinya kau merusak semua rumah yang ada didekatmu.
Juga merusak kendaraan-kendaraan.
Itu manusia bisa dirugikan karena kamu.
Rumah-rumah dan manusia hancur.
Hewan-hewan banyak yang mati, dan rumah-rumah hewan juga hancur.
Merapi, kenapa kau meledak?
Kau bisa menakutkan orang desa yang ada didekatmu.
Disitu orang tidak bisa menjaga anak, saudara dan juga teman.
Rumah-rumah banyak yang putih kena abumu.
Iya sih karena kamu kan Gunung.


Karya Isyqie bin-Nabi Hanif
Kelas dua SD Budi Mulia Dua Seturan
yogyakarta

Sabtu, 20 November 2010

Perpustakaan dan Masyarakat


PERPUSTAKAAN DAN MASYARAKAT
Perpustakaan dan masyarakat adalah dua subyek yang sangat berbeda. Tapi, keduanya saling membutuhkan dan akan saling mendukung untuk sebuah keberhasilan. Masyarakat  membutuhkan perpustakaan sebagai provider information untuk bisa memenuhi kebutuhan akan informasi demi kesuksesan kehidupannya. Perpustakaan juga membutuhkan masyarakat untuk bisa memfungsikan provider informationnya.  Perpustakaan tanpa pemustaka atau masyarakat berarti tidur panjang para pustakawan, karena tidak akan terjadi transaksi sirkulasi, koleksi bahan bacaan yang ada di perpustakaan tidak dapat didaya gunakan.
Dengan informasi-informasi yang ada, perpustakaan akan mendukung meningkatkan pengetahuan masyarakat, menuntun  masyarakat menuju keberhasilan dan kesuksesan  hidupnya dengan mengaplikasikan hasil dari bacaan-bacaan diperpustakaan. Begitu pula sebaliknya, kepedulian dan motivasi masyarakat akan mendukung keberadaan perpustakaan tetap eksis di masyarakat sebagai pusat informasi  yang sangat mutlak dibutuhkan keberadaannya  dilingkungan masyarakat. Peran, fungsi dan tujuan perpustakaan benar-benar membutuhkan dukungan penuh dari masyarakat.
Akan tetapi, antara masyarakat dan perpustakaan masih terdapat jarak yang tidak mudah untuk dilalui. Adanya jarak ini karena dalam pencarian informasi masyarakat lebih dominan memilih media mendengar dan melihat lewat televisi daripada membaca diperpustakaan. Keadaan tersebut akan melemahkan minat baca masyarakat, potensi berfikir secara kritis akan lumpuh. Perpustakaan belum dianggap penting keberadaannya oleh masyarakat, jauh dari jangkauan masyarakat. Mereka beranggapan perpustakaan hanya sebagai tempat menyimpan buku yang dibutuhkan bagi siswa-siswa yang masih bersekolah, mahasiswa dan akademisi.
Persoalan ini tidak cepat teratasi seiring dengan kondisi perpustakaan dan pustakawan yang tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Para pustakawan yang seharusnya mendekatkan buku  dan mengkomunikasikan informasi yang ada di perpustakaan tidak pernah terjun pada masyarakat secara langsung dalam memasyarakatkan keberadaan perpustakaan. Mereka hanya  berkutat pada tugas rutin harian dan masalah-masalah tehnik dalam perpustakaan. Mereka belum bisa membangaun komunikasi dengan masyarakat dan tidak memiliki jiwa entrepreneurship dan kurang memiliki social skill librarianship. Walaupun hal ini tidak terjadi pada semua pustakawan, tapi ini merupakan gambaran sedih pustakawan. Kebanyakan pustakawan hanya bekerja untuk dirinya sendiri, rutinitas harian selesai maka selesai persoalan. Mereka tidak memperdulikan apakah koleksi yang ada diperpustakaan bisa didayagunakan atau tidak, apakah kebutuhan informasi masyarakat sudah terpenuhi atau belum. Keadaan demikian masih sering terjadi diperpustakaan umum masyarakat, misal perpustakaan desa, perpustakaan RT dan lainnya.
Kini, saatnya masyarakat dan perpustakaan bergandengan tangan untuk sebuah kesuksesan baik untuk pustakawan dan perpustakaan maupun untuk masyarakat dalam membangun suatu masyarakat informasi (information society). Fungsi perpustakaan sangat signifikan dalam masyarakat informasi, untuk itu perpustakaan akan dapat memfungsikan dirinya sebagai provider information yang akan menunjang kebutuhan masyarakat informasi. Dan sebagai masyarakat informasi akan menjadikan keberadaan perpustakaan merupakan suatu kebutuhan untuk menunjang terpenuhinya informasi, karena salah satu ciri dari masyarakat informasi adalah kehidupannya tergantung pada informasi, informasi merupakan sesuatu kebutuhan  yang harus dikonsumsi setiap saat.
Pustakawan harus bertindak selaku agen modernisasi dalam masyarakat. Pustakawan harus bisa membangun perpustakaan sebagai sarana belajar masyarakat. Perpustakaan dan pustakawan bisa merangkul masyarakat dalam kajian-kajian atau diskusi  keilmuan yang materinya didapat dari perpustakaan. Hal ini akan merangsang aktifitas berfikir masyarakat dalam mencari sesuatu hal atau pengetahuan yang baru. Dan akan lebih bagus, apabila masyarakat dapat mempraktekkan pengetahuan baru tersebut untuk meningkatkan kualitas hidupnya.  

PUISI MERAPI




Gunung Merapi
Karya Isyqie Bin-Nabi Hanif

Kau indah sekali
Tapi aku tak mengerti
Kalau kau erupsi
Kau menakutkan kami

Kulihat awan panasmu
Kulihat laharmu
Kulihat hujan abumu
Merusak sekelilingmu

Ya  Allah   
Selamatkan kami    
Dari  amukan merapi
Amiin


Isyqie adalah murid kelas 2 Dewi Arimbi SD Budi Mulia Dua 
Puisi ini adalah tugas pelajarn Bahasa Indonesia Isyqie di sekolah
Tugas ini dimaksudkan untuk memahami dan mengenang terjadinya letusan Merapi 2010


Rabu, 17 November 2010

Story Telling Meningkatkan Minat Baca Anak Usia Dini


STORY TELLING
Meningkatkan Minat Baca Anak Usia Dini

Story telling adalah mendongeng atau bercerita memerankan lakon-lakon dengan mimik dan improvisasi suara untuk menarik perhatian para pendengar atau penonton. Sumber dari hal yang diceritakan tersebut bisa dari buku atau dari yang lainnya. Kegiatan ini sangat positif dan efektif untuk membangun rasa percaya diri pada anak-anak, mengembangkan daya pikir dan imajinasi anak. Dan untuk dapat tampil maksimal dalam story telling adalah harus banyak membaca sumber-sumber informasi, karena dalam kegiatan story telling ini merupakan kolaborasi antara sumber bacaan, imajinasi, daya pikir, daya ingat seseorang. Kegiatan ini sangat baik diterapkan terhadap anak-anak yang akan berdampak pada peningkatan minat baca anak-anak, karena anak-anak dituntut untuk dapat menceritakan kembali hasil dari bacaan tersebut.
Membaca merupakan cara belajar secara mandiri untuk dapat memahami suatu pengetahuan. Dengan membaca akan meningkatkan daya pikir dan daya imajinasi otak manusia. Dengan membaca masyarakat akan menjadi kreatif, kritis dan informatif. Untuk itu kebiasaan membaca harus ditanamkan sejak dini, karenanya sangat penting untuk menanamkan pada anak-anak agar suka membaca sedari dini. Dalam kegiatan membaca ini sebaiknya anak-anak juga didorong untuk menceritakan kembali apa yang telah dia ketahui dari buku yang telah ia baca (story telling). Proses bercerita dari buku yang sudah dibaca ini sangat berperan positif dalam meningkatkan dan menumbuhkan rasa percaya diri mereka. Hal ini juga akan melatih kemampuan mental dan kemampuan berbicara anak, terutama di depan orang banyak.
Tugas suatu perpustakaan atau taman bacaan untuk mewujudkan semua itu. Perpustakaan atau taman bacaan bisa mengadakan perlombaan story telling untuk anak-anak sesuai usia. Misalnya anak-anak diberi materi buku bacaan, kemudian setelah selesai membaca anak-anak diminta untuk menceritakan kembali apa yang ia baca tanpa melihat buku lagi. Maka, anak akan berlomba untuk bisa memahami suatu buku, sehingga mau tidak mau ia harus melakukan kegiatan membaca. Dan untuk memulai kegiatan positif ini sebaiknya dilakukan oleh seorang pustakawan atau guru pustakawan, dan ini merupakan salah satu tugas dari guru pustakawan tersebut. Guru pustakawan (teacher librarian) harus sering memberikan story telling dalam rangka mempromosikan koleksi-koleksi yang ada diperpustakaan sehingga anak-anak tertarik untuk melihat buku secara langsung dan termotivasi untuk membacanya.
Selain bisa menumbuhkan dan meningkatkan minat baca masyarakat terutama anak-anak, kegiatan ini juga bisa dijadikan ajang promosi bagi perpustakaan atau taman bacaan agar perpustakaan tetap eksis di lingkungan masyarakat. Begitu pula masyarakat akan  menganggap keberadaan perpustakaan sebagai suatu kebutuhan untuk mendapatkan informasi bahkan menjadikan perpustakaan sebagai pusat informasi untuk berbagai kebutuhan hidupnya. Dengan informasi yang mereka dapat dari perpustakaan, masyarakat akan berkembang dan bisa meningkatkan kebahagiaan hidupnya.

Rabu, 10 November 2010

Perpustakaan Pesantren

PERPUSTAKAAN PESANTREN

Pentingnya Perpustakaan Pesantren
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan berbasis keagamaan, yang dipercaya kebanyakan masyarakat dapat mencetak generasi intelektual yang islami dan berakhlakul karimah, siap terjun dalam masyarakat dimana saja dan kapan saja, dan bisa cepat beradaptasi dalam lingkungan dan situasi apapun. Dengan adanya tuntutan modernisasi, menjadikan banyak pondok pesantren terus-menerus melakukan reformasi dalam berbagai hal pola pembelajaran untuk para santrinya. Mereka berbondong-bondong menerapkan pola pengajaran yang mengadopsi kurikulum pendidikan nasional dengan mengajarkan materi-materi keilmuan non keagamaan dan dikolaborasi dengan ilmu-ilmu keagamaan.
Untuk menunjang semua itu, keberadaan perpustakaan  sangat mutlak dibutuhkan sebagai referensi dan rujukan bagi para pelajarnya. Bahkan, lebih dari itu, perpustakaan juga diharapkan menjadi pusat informasi (provider information) dan  sarana pendidikan alternatif atau sarana pembelajaran sepanjang hayat bagi para santri, citivas akademika dan masyarakat sekitarnya. Supaya ketika terjun ke dunia masyarakat luas para santri tidak hanya memahami masalah-masalah keagamaan belaka, para santri dapat menjawab semua problem yang terjadi dalam masyarakat.
Konsep kuno yang menganggap bahwa perpustakaan sebagai gudang buku (store house period), yang hanya bertugas mengumpulkan, merawat dan menyediakan buku harus segera di tinggalkan. Karena kita harus mengikuti  irama perkembangan ilmu pengetahuan. Langkah sejarah telah membawa perpustakaan memasuki zaman “ Educational and Research Function” dengan faham baru yang mengangkat perpustakaan pada kedudukan yang terhormat, yaitu sebagai “Pusat Kegiatan Pendidikan dan Aktifitas Ilmiah “.

Peran Perpustakaan Pesantren
Melalui koleksi bahan pustaka yang ada di perpustakaan, para santri akan banyak memperoleh informasi, pengetahuan, ketrampilan, motivasi dan fakta-fakta yang ada dalam bacaan tersebut. Perpustakaan sangat berperan dalam upaya pengembangan diri (self development) tidak hanya untuk para santri, tapi juga para ustadz dan kyai. Dengan adanya bacaan-bacaan di perpustakaan akan dapat menumbuhkan sikap obyektif para santri dalam membahas suatu masalah. Para santri akan belajar mementingkan fakta-fakta dan informasi dari pada hanya taklid terhadap wejangan-wejangan para guru atau ustadz yang mengajarnya tanpa menggunakan argumentasi yang kuat.
Perpustakaan  pesantren juga dapat berperan sebagai agen perubahan bagi para santri, akan membuka wawasan dan meningkatkan pengetahuan santri. Para santri akan tumbuh menjadi masyarakat yang informatif dan dapat mengembangkan kemampuan berfikir kreatif, tanggap terhadap berbagai kemajuan pengetahuan yang ada di lapangan, dan dapat memelihara kemerdekaan berfikir yang konstruktif untuk menjadi keluarga besar pesantren dan masyarakat yang lebih baik. Selanjutnya,  yang tidak kalah penting bahwa tugas perpustakaan adalah dapat menumbuhkan budaya  baca dilingkungan santri,  dari yang tidak kenal buku menjadi mencintai buku, dari yang cuma mengenal kitab-kitab klasik menjadi terbiasa dengan bacaan-bacaan pengetahuan umum dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Pengelolaan Perpustakaan Pesantren
Perpustakaan merupakan barometer kemajuan suatu bangsa, artinya maju dan mundurnya suatu bangsa dapat dilihat dari perpustakaannya. H. Amin Haedari, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam Departemen Agama RI mengatakan, seharusnya umat islam bercermin pada berdirinya beberapa perpustakaan besar pada masa lalu, seperti Baitul Hikmah di Baghdad, perpustakaan Ibnu Suwar di Basrah, dan Darul Hikmah di Kairo. Karena,  hal ini memberikan pesan, bahwa Islam telah memberi kontribusi yang besar bagi intelektualisme dan peradaban dunia, terutama masalah perpustakaan. Selanjutnya, H. Amin Haedari mengharapkan agar pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan khas Indonesia, yang mewarisi tradisi keilmuan Islam, untuk menjadikan perpustakaan tidak sekedar tempat membaca buku dan kitab-kitab pengetahuan, tetapi sebagai pusat dan sumber belajar (student center) bagi para kyai, ustad dan santri serta masyarakat disekitarnya. Karena harus disadari di era informasi dan komunikasi ini, perpustakaan merupakan jantungnya pondok pesantren dalam rangka memperkuat tradidi keilmuan dan keintelektualan.
Perpustakaan akan mempunyai nilai dan daya guna yang tinggi apabila dikelolah oleh orang-orang professional, dari mulai pengadaan bahan pustaka yaitu memilih dan menghimpun, kemudian pengolahan,yaitu pengklasifikasian dan pengkatalogan serta merawat, menyajikan dan melayankannya kepada para pengguna perpustakaan. Semua pkerjaan tersebut harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang perpustakaan, yaitu seorang pustakawan. Karena, dengan adanya pengelolaan yang baik akan memudahkan para pengguna perpustakaan dalam temu kembali informasi (TKI), apalagi kalau bisa dilakukan dengan cara online seperti dengan adanya kalalog OPAC.

Pemilihan Koleksi Bahan Pustaka
Dalam pemilihan bahan pustaka, disesuaikan dengan model dan tujuan dari perpustakaan tersebut. Misalnya untuk perpustakaan sekolah, koleksi yang di nomorsatukan adalah buku-buku yang kaitannya dengan pelajaran yang ada d sekolah di sesuaikan dengan kurikulum yang ada, disamping juga disediakan buku-buku lainnya. Perpustakaan perguruan tinggi juga demikian disesuaikan dengan kurikulum dan kebutuhan mahasiswa.  Misal fakultas kedokteran, pasti koleksi pustakanya kebanyakan yang berkaitan dengan kesehatan, berbagai macam penyakit, bakteri, kuman dan lain sebagainya.
Untuk perpustakaan pesantren, sebagaian besar mengacu pada buku-buku berbasis keagamaan dan kitab-kitab klasik sebagai rujukan pengetahuan agama para santri. Buku-buku yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi pasti sangat jarang bahkan tidak ada dalam daftar koleksi perpustakaan pesantren. Mengapa demikian? Hal ini dimungkinkan mereka beranggapan bahwa macam koleksi tersebut hanya pantas untuk koleksi perpustakaan kedokteran atau kesehatan. Untuk masalah yang berkaitan dengan kebersihan, kespro yang berkaitan dengan mensturasi dan kehamilan dapat mengacu pada kitab klasik seperti safinatun najah dan lain-lain. Padahal dalam kitab tersebut hanya dijelaskan bagaimana bersuci bagi orang-orang yang sedang mensturasi atau hamil saja dan hal-hal yang terkait dengannya. Masalah gejala-gejala dan fungsi-fungsi reproduksi tidak disinggung sama sekali. Padahal koleksi-koleksi tersebut sangat bermanfaat bagi para santri untuk bisa mengetahui bagaimana kesehatan reproduksi yang sebenarnya. Karena, hal demikian akan dilalui oleh semua santri perempuan jika dewasa kelak.
Untuk itu, sudah saatnya perpustakaan pesantren terus melakukan pengembangan koleksi bahan pustakanya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada, tidak hanya mengoleksi bahan pustaka keagamaan dan kitab-kitab klasik saja . Melainkan mengembangkannya pada bahan pustaka pengetahuan umum dan lainnya, demi kebutuhan informasi para santri dan keluarga besar pesantren. Sehingga para santri bisa terus menambah wawasan dan pengetahuannya. Dan, kalau memungkinkan perpustakaan pesantren dapat menggunakan tehnologi informasi guna mempermudah para santri dalam akses informasi.